Perjalanan
pulang dari MSW saya lakukan dengan menumpang bemo bemo R2 (atau R1 ya? saya
lupa, seingat saya R2) juga membawa cerita tersendiri buat saya. Bemo reyot
berwarna kuning kecoklatan saat itu kosong. Awalnya saya pikir saya penumpang
satu-satunya, ternyata ada satu lagi penumpang yang hampir tak terlihat di
belakang sopir.
Karena
ngidam lontong kupang dan arah bemo melewati penjual lontong kupang, maka saya
bertanya kepada sopir jika bisa dia memberhentikan sejenak bemonya sehingga
saya bisa memesan lontong kupang untuk dibawa pulang. Saya duduk di sebelah
sopir dan sopirpun setuju, bahkan dengan baiknya dia memesankan lontong kupang
untuk saya. 2 bungkus kupang berkuah dan 2 lontong dibungkus, 10 ribu rupiah
(dari harga normal 4000 per porsi, karena lontong saya utuh). Setelah
meletakkan di dashboard mobil mulailah mobil melaju.
Pembicaraan
antara saya dan sopir pun dimulai. Dia mulai menanyakan kemana saya akan turun,
dan saya mulai bercerita tentang lontong sebagai oleh-oleh dari Kenjeran, pertama
kalinya saya naik bemo jurusan ini dan lain sebagainya. Pembicaraan tak kunjung
henti, kami seperti dua orang kenalan lama. Karena beberapa penumpang mulai
menyesaki bemo dan saya sudah nyaman duduk di depan maka saya membayar 2 tempat
di sebelah sopir untuk saya seorang.
Bapak
sopir, asli Madura, ini bercerita banyak, terutama pengalamannya menjadi sopir
di Arab Saudi. Lucunya dia bercerita dengan menggebu-gebu dalam 2 bahasa,
Bahasa Arab yang diterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia karena saya tidak
paham. Dia menerjemahkan tanpa diminta, seru juga didengarnya.
Bapak sopir
yang saya lupa namanya ini bekerja selama 2 tahun sebagai sopir di rumah
keluarga pedagang Arab. Dia menceritakan betapa majikannya kurang adil
kepadanya. Dia sering disuruh melakukan pekerjaan yang bukan tugasnya. Sebagai
sopir tugas utamanya tentu saja menyetir dan tugas lainnya membersihkan mobil.
Tapi lama kelamaan, pekerjaan rumah seperti membersihkan kebun dan menyiram
tanaman dilimpahkan kepadanya. Awalnya Bapak ini menurut saja perintah majikan,
sampai puncaknya suatu saat dia ingin berumrah, beribadah di hari liburnya.
Baru saja ia naik bus sang majikan meneleponnya dan memintanya untuk pulang. Ia
bilang haram jika pak sopir ini keluar dari rumah tanpa ijin.
Pak sopir
pulang kembali ke rumah majikan dan mulai marah terutama setelah tahu ia hanya
diminta membelikan roti. oti pun dibelinya dan kemudian pak sopir ini marah dan
berbicara langsung kepada majikan, menyebut bahwa si majikan tidak punya rasa
keadilan, memperlakukan orang semaunya dan lain sebagainya kurang lebih begitu
ceritanya. Akhir kata si majikan memohon maaf dan mencium si sopir 3x seperti
lazimnya orang Arab menunjukkan rasa persaudaraannya.
Bagi saya,
saya salut dengan keberanian pak sopir meminta haknya sebagai pekerja, melawan
kesewenangan majikannya. Tentu saja dia bisa “berbicara” kepada majikan dengan
bahasa Arab yang lancar. Terbayang TKI yang disiksa mungkin karena kesalahan
yang tidak dimengerti olehnya, bahasa yang susah dipahaminya, oh…jadi ingat para
TKI di Arab Saudi. Pak sopir hanya 2
tahun di Arab Saudi dan tidak lagi kembali ke sana, karena anak dan istrinya
menunggu di kampung. Ternyata sebelumnya ia sudah pernah bekerja di Arab ketika
masih bujang. Ia berkata kerja di Arab Saudi sangat menyenangkan, semuanya
serba canggih, mendapatkan uang pun tidak terlalu sulit, yang sulit adalah
meninggalkan keluarga di rumah.
Setelah
turun dari bemo dan berganti bemo lainnya, saya tiba di rumah kakak. Kami
menyantap lontong kupang dan malamnya saya kembali pulang ke rumah. Giliran
semangkuk bakso pedas yang saya santap. Malamnya perut saya mendadak kembung.
Saya bisa tidur dengan pulas tapi 2x setengah terbangun dan mendapati perut
saya terasa aneh. Tetapi karena sudah berniat untuk puasa di hari Senin, maka
walaupun perut saya mulai melilit sejak jam 10 dan semakin melilit dengan rasa
yang aneh sorenya saya tetap berpuasa.
Sekitar
pukul 3 sore badan saya semakin tidak karuan, ujung jari tangan mulai dingin
dan badan sedikit demam. Saya lihat ke arah jam dinding di tempat kerja hanya
kurang 2,5 jam lagi saya berpuasa. Saya tidak mau menyerah. Saya hanya menyerah
untuk tidak lanjut bekerja alias pergi pulang ke kos dan tiduran. Badan saya
demam dan saya lemas sekali. Setelah adzan Maghrib saya hanya mampu minum dan
30 menit sesudahnya saya memaksakan diri pergi membeli makanan. Hanya nasi
goreng yang dekat penjualnya dan ingin saya lahap segera. Kembali saya harus
bersabar menunggu nasi tuntas digoreng. Setelah sampai di rumah hilang sudah
nafsu makan saya. Hanya 3 atau 4 sendok nasi dan telur dadar yang bisa saya
makan. Selebihnya saya letakkan di meja dan saya langsung tidur.
Ternyata
saya panas tinggi malam itu. Paginya panas turun, perut saya pun sedikit lebih
enak. Tetapi rasanya masih aneh. Nafsu makan saya berkurang dan saya masih
masuk kerja seperti biasa. Diare mulai menyerang saya esoknya. Diare yang
benar-benar parah. Sedikit yang saya makan keluar dalam cairan. Hebatnya badan
saya tidak lemas tetapi perut saya melilit luar biasa perihnya. Beda rasa
sakitnya dengan di hari pertama dan kedua. Saya pergi ke dokter dan kembali
tersiksa dengan jumlah antrian yang mengular dan perut saya yang sakit luar
biasa.
Ketika
diperiksa saya tidak bertanya apa yang salah dengan lambung saya. Entah karena
sakit yang teramat sangat atau apa, tapi yang jelas sepertinya lambung saya
terluka. Akibatnya saya demam tinggi dan kemudian perut saya sakit sekali. Saya
diresepkan antibiotik, obat nyeri lambung, nyeri perut, dan obat diare. Dengan
harapan tinggi saya minum teratur setelah makan toh tetap saja rasa sakit itu
tidak serta merta hilang setelah 2 hari minum obat. Baru di hari ketiga rasa
nyeri tersebut hilang dan perut saya kembali bekerja dengan normal.
Usut punya
usut setelah bercerita kepada salah satu teman yang seorang perawat dan dosen
di akademi keperawatan, kupang tidak baik dikonsumsi sebelum makan nasi. Dan
setelah menyantap kupang lambung dihajar dengan bakso pedas, kondisi badan yang
mungkin kurang fit menyebabkan lambung terluka. Jadilah saya mengalami sakit
perut hebat tersebut. Sungguh, itu adalah sakit perut terparah yang
pernah saya alami.
Gara-gara sakit perut, sempat hilang romansa jalan kaki
bersama MSW yang saya rekam di otak. Saya terkapar hampir 7 hari lamanya karena kebodohan saya dan lontong
kupang. Tetap saja ada pelajaran berharga yang saya petik dari kejadian
tersebut, saya ternyata penderita maag dan kurang memperhatikan kesehatan
lambung. Sekarang, walaupun masih belum sepenuhnya memperlakukan lambung
dengan baik, setidaknya saya mulai lebih berhati-hati.
Jalur Bemo R2
Jl.
Nambangan Perak,
Jalan
Kenjeran Lama
Kedinding
Lor
Kedungmangu
Tenggumung
Baru Tengah
Wonokusumo
wonosari
Pegirian
0 Comments